Dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dari tahun 2018 hingga 2023, Kejaksaan Agung (Kejagung) membahas fakta hukum terkait pembelian bahan bakar minyak (BBM) dengan nomor penelitian oktan (RON) 92 atau jenis Pertamax.
Berdasarkan hasil penyidikan Kejagung, Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, menemukan fakta hukum tentang pembayaran PT Pertamina Patra Niaga (PPN) terhadap produk BBM RON 92 berdasarkan harga list.
Menurut kontrak, minyak yang diterima seharusnya bernilai RON 92, tetapi pada kenyataannya, minyak yang diterima dalam transaksi tersebut bernilai RON lebih rendah, yaitu RON 88 atau RON 90.
Di kantor Kejagung pada Jumat (28/2/2025), Harli menyatakan, "Yang kami temukan adalah fakta hukum. Fakta hukum bahwa PPN melakukan pembayaran terhadap RON 92 Berdasarkan price list. Sementara barang atau minyak yang masuk itu adalah RON 88 atau RON 90."
Harli juga mengatakan bahwa pihaknya saat ini sedang menyelidiki fungsi PT Orbit Terminal Merak (PT OTM) di Cilegon, yang dimiliki oleh tersangka Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) sebagai gudang atau tempat penyimpanan minyak impor.
Harli menemukan bahwa PT OTM tidak dapat melakukan proses pencampuran karena hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan. Oleh karena itu, proses pendalaman masalah ini terus dilakukan untuk memastikan bahwa ada proses pencampuran RON di tempat tersebut.
Menurutnya, "Bisa kami sampaikan bahwa PT OTM tidak dapat melakukan proses blending karena itu hanya tempat penyimpanan, jadi apakah nanti ada seperti blending dari RON ke RON, itu akan terus didalami."
Selain itu, pihaknya menunjukkan masalah dalam proses impor bahan bakar minyak (BBM) yang berkaitan dengan biaya yang dianggap tidak sesuai. Hal ini disebabkan fakta bahwa ada ketidaksesuaian antara harga yang dibayarkan dan kualitas bahan bakar minyak yang diimpor.
Dia menambahkan, "Meskipun penyimpanan atau depo itu bukan penyimpanan atau depo yang memiliki kapasitas untuk mengolah, karena yang mengolah mungkin Kilang Pertamina Internasional (KPI), karena KPI memiliki fungsi pengolahan sedangkan bisnis inti PPN adalah membeli, menyimpan, dan distribusi."
TERBARU