Home / Ekonomi

Industri Sebut Pengenaan PPN Final Aset Kripto di Indonesia Belum Ideal

InfoNewsID Maret 1, 2025
Industri Sebut Pengenaan PPN Final Aset Kripto di Indonesia Belum Ideal
Tangan Memegang Koin Cryptocurrency dengan Latar Belakang Grafik. (pexel.com)
SHARE

Orang-orang yang bekerja di industri aset kripto di Indonesia mengatakan bahwa pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Final belum sempurna. Oscar Darmawan, CEO Indodax, mengatakan bahwa meskipun undang-undang pajak kripto telah diberlakukan sejak 2022, masih ada masalah untuk menerapkannya, terutama terkait pajak transaksi internasional dan PPN.

Setelah dinyatakan sebagai komoditas yang sah diperdagangkan menurut peraturan Menteri Perdagangan, kripto pertama kali dikenakan pajak pada tahun 2017. Pada tahun 2017–2022, pajak dikenakan secara mandiri; pendapatan kripto dilaporkan dalam SPT dan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) progresif.

Indonesia memiliki tarif pajak kripto paling rendah di dunia dengan menerapkan Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,1 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0,11% terhadap transaksi aset kripto di pasar berizin sejak 2022.

Oscar menjelaskan bahwa kebijakan ini lebih kompetitif daripada kebijakan pajak progresif keuntungan di negara lain.

Misalnya, pajak atas keuntungan dari aset kripto dapat mencapai 40% di Amerika Serikat, terutama untuk investor dengan penghasilan tinggi. Sebaliknya, pajak atas keuntungan dari aset kripto dapat mencapai 50% di Eropa. Di Dubai dan beberapa negara Timur Tengah, sebaliknya, penghasilan tidak dikenakan pajak, sehingga transaksi kripto sepenuhnya bebas pajak.

Menurut Oscar, Indonesia adalah satu-satunya negara yang menerapkan sistem pajak final untuk mata uang kripto, yang mirip dengan sistem pajak di pasar saham. Di negara lain, pajak kripto biasanya didasarkan pada skema Pajak Penghasilan (PPh) progresif, yang berarti pajak yang dikenakan sesuai dengan pendapatan tahunan individu.

Dibandingkan dengan negara-negara lain yang mengenakan pajak berbasis keuntungan, tarif pajak kripto di Indonesia lebih rendah berkat adanya pajak final. Meskipun tarifnya lebih rendah, sistem pajak final dianggap tidak ideal karena dikenakan meskipun trader mengalami kerugian, berbeda dengan skema pajak keuntungan yang hanya dikenakan saat ada keuntungan.

Selain itu, trader yang menggunakan exchange luar negeri menghadapi masalah dalam pelaporan pajak karena hingga saat ini belum ada sistem yang jelas untuk menagih pajak dari transaksi yang dilakukan di platform asing. Oscar menyoroti bahwa biaya transaksi di pertukaran lokal dipengaruhi oleh pajak.

“Sebagian besar biaya transaksi di Indodax digunakan untuk membayar pajak,” ujarnya. Ia berharap revisi PMK 68 dapat menghapus PPN agar biaya transaksi semakin kompetitif dan mendorong adopsi kripto di Indonesia.

PMK 68 menetapkan bahwa pajak PPh terakhir yang dikenakan pada transaksi di pasar valuta asing atau yang belum memiliki izin dari OJK adalah 0,2 persen atau dua kali lipat dari yang dikenakan pada pasar valuta asing berizin. Namun, ada keraguan tentang bagaimana aturan ini dapat diterapkan.

"Seharusnya, exchange luar negeri yang memungut pajak, bukan trader-nya. Tapi karena belum ada mekanisme pemungutan oleh exchange luar, akhirnya trader yang harus melaporkan sendiri. Bahkan, di beberapa wilayah, pajak yang dikenakan masih menggunakan skema PPh progresif," kata Oscar.

Ini menghasilkan interpretasi yang berbeda dari berbagai kantor pajak. Oscar menyarankan agar trader yang melakukan transaksi di pasar valuta asing berkonsultasi dengan Account Representasi (AR) di kantor pajak tempat mereka terdaftar.

"Setiap wajib pajak memiliki AR di kantor pajak masing-masing, yang bisa diajak berdiskusi mengenai bagaimana cara pembayaran pajak kripto yang sesuai dengan regulasi," tambahnya.

Oscar menganggap kebijakan pajak terakhir cukup baik, tetapi dia pikir masih ada ruang untuk perbaikan, terutama terkait PPN. Menurutnya, karena aset kripto sekarang dianggap sebagai aset keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seharusnya kripto tidak lagi dikenakan PPN seperti produk keuangan lainnya.

"Jika PPN dihapuskan, biaya transaksi akan menjadi lebih kompetitif, sehingga mendorong lebih banyak investor untuk bertransaksi di dalam negeri daripada menggunakan platform luar negeri dan ujungnya pendapatan negara dari PPh akan mengalami peningkatan lebih besar," jelasnya.

Kebijakan pajak yang lebih fleksibel diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri kripto tanpa membebani investor dan trader. Ini karena industri semakin berkembang di Indonesia. Oscar menjelaskan bahwa kripto seharusnya tidak lagi dikenakan PPN sebagai aset keuangan. Namun, karena PMK 68 masih berlaku, PPN tetap dikenakan hingga undang-undang tersebut direvisi.

InfoNewsID

Kumpulan berita-berita terbaru Nasional dan Mancanegara

IKUTI KAMI

© 2025 InfoNewsID. All Right Reserved.