Hasil panen padinya pada tahun 2024 mencapai 3,5 ton membuat Ningsih senang. Perempuan ini menggarap lahan seluas satu hektar di Desa Pangkalan Bemban, Kecamatan Selakau, Kalimantan Barat.
Dalam setahun sebelumnya, Ningsih dapat memanen padi dua kali pada bulan Februari dan Juli. Namun, ia mengakui bahwa merawat padi sangat sulit, mulai dari menanam hingga akhirnya memanen.
Salah satu masalah yang sering dihadapi Ningsih adalah biaya pupuk. Namun, masalah ini sebenarnya dapat diselesaikan dengan adanya pupuk subsidi yang diberikan pemerintah.
"Kita pakai pupuk subsidi itu harganya lebih murah, kita jadi terbantu. Hasilnya lumayan juga membantu," kata Ningsih saat berbincang dengan kumparan, Kamis (27/2).
Ningsih harus mengeluarkan antara Rp 370 ribu dan Rp 500 ribu untuk 50 kilogram pupuk nonsubsidi, sementara ia hanya perlu mengeluarkan Rp 130 ribu untuk pupuk subsidi. Oleh karena itu, selisih dana itu dapat digunakan untuk kebutuhan lain.
Sayangnya, Ningsih tidak selalu mendapatkan pupuk subsidi. Ada saat-saat ketika ia harus membeli pupuk nonsubsidi karena pupuk subsidi telah datang terlambat, dan apabila padinya tidak dipupuk segera, hasilnya bisa kurang maksimal.
"Kendala selama pakai pupuk subsidi itu kadang-kadang telat kedatangannya. Terpaksa pakai nonsubsidi kalau subsidi telat. Mupuk itu dari umur 15 hari tanam sampai nanti umur sekitar 40 hari pupuk lagi, enggak terus-terusan," ujar Ningsih.
Petani Wahyudi yang tinggal di Desa Parit Kongsi, Kecamatan Selakau, Kalimantan Barat, juga mengalami kondisi serupa. Wahyudi selalu merawat padi dan cabai dengan pupuk subsidi.
Wahyudi sangat mendapat manfaat dari pupuk subsidi. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa ketika pupuk subsidi ditunda, ia mengalami kesulitan karena ia harus membeli pupuk nonsubsidi yang lebih mahal.
"Kendala pupuk subsidi kalau di sini biasa datangnya tidak tentu, soalnya yang tahun ini belum datang. Jadi kita beralih ke nonsubsidi. Jadi enggak ada pupuk (subsidi) harus (pupuk) nonsubsidi, ada stok beli, kalau enggak ada stok susah," ungkap Wahyudi.
"Biaya produksi lebih besar kalau enggak pakai pupuk subsidi, jadi sangat berharap ke pemerintah," tambahnya.
Wahyudi sekarang menganggap mendapatkan pupuk subsidi tidak lagi sulit; hanya perlu membawa KTP untuk menebusnya. Dia juga mendengar berita baik bahwa pemerintah telah menyiapkan 9,5 juta ton pupuk subsidi untuk petani hingga 2025.
Diperkirakan PT Pupuk Indonesia akan menyediakan 9,55 juta ton pupuk subsidi pada tahun 2025. Jumlah pupuk yang diberikan adalah 4.634.106 ton pupuk urea, 4.268.096 ton pupuk NPK, 500.000 ton pupuk organik, dan 147.798 ton pupuk NPK untuk kakao.
Namun demikian, angka tersebut masih dianggap kurang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut Syaiful Bahari, pengamat pertanian, kebutuhan pupuk petani dapat mencapai 13,5 juta ton.
Meskipun ada kekurangan jumlah, Syaiful mengatakan proses distribusi pupuk subsidi yang dipangkas harus dilakukan secara maksimal.
“Karena, sampai saat ini belum tahu secara pasti berapa jumlah pupuk subsidi yang dipersiapkan pemerintah, meskipun telah diinformasikan jumlah pupuk subsidi di 2025 ini 9,5 juta ton. Namun jumlah tersebut masih jauh untuk menutupi seluruh kebutuhan petani. Karena jumlah kebutuhan pupuk nasional itu sekitar 13,5 juta ton,” jelas Syaiful kepada kumparan.
Syaiful menyatakan bahwa pupuk subsidi sangat penting untuk membantu petani di tahun 2025. Ia tidak ingin terjadi penundaan penyaluran pupuk subsidi ke masyarakat, yang akan berdampak pada kehidupan petani. Ia mencontohkan bahwa pada bulan Januari, yang biasanya merupakan awal musim tanam pertama (MT 1), pupuk subsidi sudah harus didistribusikan.
“Jika pemberian pupuk telat di MT 1 ini, maka akan berdampak kepada produksi beras nasional di bulan April sampai Juni 2025,” ujar Syaiful.
Eliza Mardian, seorang ekonom pertanian dari Center of Reform on Economic (CORE), setuju bahwa pupuk membantu meningkatkan produksi petani. Namun, dia mengatakan bahwa pemerintah harus lebih banyak berkonsentrasi pada pupuk subsidi untuk membantu petani.
Eliza menyatakan bahwa ada komponen infrastruktur pertanian yang harus diperhatikan dengan baik juga.
“Jadi jika pemerintah ingin meningkatkan produksi, kebijakannya harus komprehensif, jangan hanya dari pupuk saja, melainkan infrastruktur irigasi dibenahi, pengaturan harga sewa lahan dan penggunaan teknologi untuk meningkatkan efisiensi,” ujar Eliza.
TERBARU